Minggu, 28 Maret 2010

KOSPIN KREDIT HARIAN

Bukan hal yang aneh lagi ketika kita mendengar, bahkan melihat langsung adanya praktek kredit/pinjaman bagi warga di sekeliling kita, yang pada hakikatnya dapat disebut dengan “rentenir”. Disadari atau tidak, hal yang dulu dianggap sesuatu yang tabu, kini sudah menjadi wajar, karena sudah terbiasa.


Kegiatan ini telah berlangsung cukup lama dan begitu booming sejak tahun 2000-an, khususnya di Sumatera Barat (Sumbar). Hampir di tiap kota maupun kabupaten, praktek ini berjalan dengan mulus dan sepertinya mendapatkan tempat di hati peminjamnya. Mulai dari kegiatan yang dilakukan oleh sebuah yayasan sosial, koperasi/unit simpan pinjam, hingga praktek pribadi dengan modal pribadi. Sebuah praktek semi lembaga keuangan yang diakui atau tidak, turut memberikan sumbangsih pada perekonomian kita .

Untuk lebih jelasnya, kami paparkan sebuah contoh nyata dari sebuah lembaga yang diberi nama Unit Simpan Pinjam (USP) “Mawar” (baca: samaran) yang ada di salah satu kota di Sumbar. Dengan berkedok koperasi yang notabene seharusnya sudah pasti punya legalitas hukum, beberapa orang meraup keuntungan yang tidak sedikit. Karena, ternyata semua modal yang dipinjamkan adalah kumpulan modal dari beberapa orang saja. Kami sendiri pernah ditawari ikut menanamkan modal dengan bagi hasil yang menggiurkan.

USP ini menjalankan praktek semi perbankan dengan memberikan pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkannya. Sistem yang mereka terapkan adalah dengan angsuran per hari. Dari hasil wawancara kami dengan salah seorang pelaku sekaligus pemilik modal di kantor yang dipimpinnya, sangat mengejutkan kita semua.

Ternyata, usaha yang dijalani oleh—sebut saja Bapak A—yang punya usaha di Kota B ini sudah memiliki total aset hampir Rp 500juta dalam bentuk pinjaman, ditambah dengan aset kendaraan roda dua sebanyak 10 unit, di samping asset lainnya. Ketika ditanya modalnya dari mana, jawabannya adalah modal sendiri. “Awalnya modal sendiri dan dalam perjalanannya, ada beberapa teman yang ikut menanamkan modal,” ujar dia singkat.

Melihat kesibukan karyawan di kantor tersebut, terkesan karyawan Bapak A adalah profesional di bidangnya. Setiap karyawan akan diberikan wilayah garapan masing-masing diiringi dengan target pencairan kredit minimal Rp 50juta, bagi karyawan baru, dan sampai dengan Rp 150juta bagi karyawan lama. Lebih jauh, Bapak A menceritakan kepada kami bagaimana teknis pencairan pinjaman/kredit yang telah dijalankannya selama sekitar 10 tahun itu.

Ada sejumlah kekhasan dari sistem yang diterapkannya, antara lain kredit bersifat harian (angsuran harian) dan persyaratan sangat mudah—hanya selembar fotokopi KTP. Strategi yang digunakan dan target marketnya pun menjelaskan secara gamblang. Ternyata, usaha USP ini memiliki target pasar yang sudah terarah, yakni pedagang kecil yang punya putaran uang harian. “Ini adalah target market yang tak bisa diubah-ubah dan sudah menjadi harga mati,” papar Bapak A.

Lebih lanjut, Bapak A menerangkan bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang karyawan USP yang dipimpinya akan mengemban beban tugas multifungsi—sebagai tenaga pemasaran sekaligus Account Officer, sekaligus penagih pada wilayah masing-masing yang telah ditetapkan oleh pimpinan. Setiap karyawan didukung kendaraan roda dua, dengan bentangan wilayah yang cukup luas. Mereka bertanggung jawab penuh dalam hal pemasaran sekaligus penagihan pinjaman yang telah mereka kucurkan.

Tugas lain yang harus diemban adalah dalam hal penilaian layak atau tidaknya seseorang mendapatkan pinjaman. Jadi, survai pertama ada pada pundak mereka sebagai petugas lapangan.Ketika semua persyaratan administrasi dipenuhi oleh calon peminjam yang diusulkan dan telah disurvai oleh tenaga lapangan, hari berikutnya akan turun seorang supervisor untuk menilai kelayakan usulan dari tenaga lapangan. Jika menurut supervisor layak untuk dicairkan, maka pada hari itu juga calon peminjam sudah mendapatkan uang yang mereka butuhkan. Hanya dalam selang waktu maksimal tiga hari, pinjaman sudah cair, tapi hanya rata-rata dua hari saja bagi peminjam baru untuk mendapatkan kredit.

Untuk tiap peminjam, selain kelengkapan administrasi yang sangat sedikit, biaya administrasi yang akan dibebankan adalah 5 persen ditambah 5 persen sebagai tabungan wajib, yang nantinya diserahkan saat pelunasan pinjaman.

Besar pinjaman yang diberikan untuk tiap pemula sebesar Rp 100.000 – Rp 200.000, tergantung jenis usaha dan keyakinan karyawan USP, dengan jangka waktu 30 hari. Lebih jelasnya, untuk satu orang peminjam dengan nilai kredit Rp 100.000, hanya akan menerima pinjaman sebesar Rp 90.000 (potong administrasi 5% + tabungan 5%). Angsuran pertama akan langsung muncul pada esok harinya sebanyak Rp 4.000 selama 30 hari berikutnya.

Setiap hari, karyawan bersangkutan akan menjemput angsuran dari peminjam tersebut di lokasi usaha maupun di rumahnya, sesuai perjanjian awal. Jadi, dari modal Rp 1 juta, seorang karyawan Bapak A akan mampu melayani/memberikan kredit kepada 11 orang nasabah. Ketika ditanya soal tunggakan, Bapak A menjelaskan, sudah pasti ada. Dari target pelunasan 30 hari yang telah disepakati, maksimal dalam jangka waktu 40 – 60 hari sudah lunas dan sangat sedikit sekali yang macet total.

Demikian ilustrasi singkat realita lapangan yang telah menjamur untuk saat ini, bahkan dianggap oleh sebagian besar sebagai sebuah usaha menggiurkan. Kini, sudah banyak kegiatan serupa dijalankan oleh pribadi, bukan lagi dengan menggunakan kedok lembaga maupun yayasan. Namun demikian, hal ini ternyata tetap mendapatkan tempat di hati peminjamnya.

Kehadiran karyawan Bapak A dan yang lainnya, malah dibutuhkan dan dinantikan. Ketika kita mencoba menghitung tingkat perputaran uang dari kegiatan ini dan keuntungan yang bisa diraihnya, akan sangat wajar jika Bapak A mampu menggaji 10 orang karyawannya, ditambah 5 unit motor kredit dan 5 motor lunas! Bersambung.. (Yusrizal, Askot Micro Finance Korkot-4 Bukittinggi, KMW VI P2KP-3 Sumbar, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)

read more...